Minggu, 13 April 2014

Jakarta Masuk Wilayah Rentan Perubahan Iklim

Jakarta - Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) melansir bahwa Jakarta menjadi kota nomor tujuh di Asia Tenggara yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana. 
Riset dilakukan pada 2013 dengan meneliti 530 kota di Asia Tenggara. Hasil riset ini mendapat respons dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta.

“Kita perlu menyiapkan strategi penanggulangan bencana di ibukota. Apalagi data riset lanjutan Jakarta dan Bandung sebagai wilayah yang tidak layak huni,” kata Kabid Pengendalian dan Informatika BPBD, Provinsi DKI Jakarta, Edi Junaedi, di Menara Thamrin, Jakarta, Jumat 28 Maret 2014.
Edi mengatakan, dengan kondisi ini perlu ada paradigma baru penanganan bencana di Jakarta. Jakarta sebagai ibukota negara dan bukan hanya sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga tempat kedudukan berbagai perwakilan negara asing.

Kondisi ini membuat penanganan bencana Jakarta semakin kompleks. Dari luas wilayah 661,52 km persegi. Sekitar 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Jumlah ini setara 24,000 hektar di Jakarta rawan banjir. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi geografis di mana 13 sungai utama melintasi Jakarta sebelum menuju laut.

“Kondisi ini diperburuk dengan terus menurunya ruang terbuka hijau setiap tahunnya. Kondisi ini yang menjadikan banjir sebagai bencana nomor satu di Jakarta yang terus diantisipasi,” ujarnya.
Dari data BPBD ruang terbuka Jakarta hingga akhir 2013 hanya 9,8 persen dari total wilayah. Dengan jumlah ini satu orang di Jakarta berbanding dengan enam meter ruang terbuka hijau. Padahal standar Asia harusnya minimal satu orang berbanding 15 meter.  “Bahkan untuk Eropa sekarang standarnya 60 meter per orang,” ujarnya.

Dari pemetaan BPBD, dari 267 kelurahan yang ada di Jakarta, sebanyak 190 masuk dalam wilayah rawan banjir. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah mengingat setiap tahun permukaan tanah Jakarta terus menurun.
“Secara perhitungan ekonomis untuk tahun 2013 kerugian akibat bencana di Jakarta senilai Rp7,2 triliun. Jumlah yang sangat besar di mana anggaran operasional BPBD tidak lebih dari 15 persen dari kerugian setahun,” katanya.

Minimnya kemampuan BPBD DKI Jakarta diakui Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Bambang Musyawardana.
“Kita mengakui keterbatasan kita. Kita mengajak semua unsur seperti perusahaan, LSM, NGO, mahasiswa, ormas dan media untuk membuat forum pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim,” katanya.

Forum ini sebagai antisipasi dari kemungkinan bencana alam yang akan terus meningkat setiap tahunnya. Forum ini disipakan untuk antisipasi pra bencana hingga pasca bencana.
“Tidak mungkin pemerintah bergerak sendiri. Bencana akan berdampak pada semua sektor dan penanganannya harus dilakukan semua sektor,”

MACAM – MACAM JENIS BANJIR

Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

BANJIR AIR :
Banjir ini sudah umum kita jumpai, Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, atau kali, sehingga air akan meluap lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di hulu sungai atau kali sehingga terjadi peningkatan debit air di sungai atau kali tersebut.

BANJIR CILEUNANG ATAU GENANGAN :
Jenis banjir ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir Cileunang atau Genangan ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar pemukiman. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang atau genangan adalah banjir dadakan yang di akibatkan hujan lokal.

BANJIR ROB ATAU LAUT PASANG :
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut, Banjir seperti ini kerap melanda kota wilayah pesisir Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan atau pemukiman yang ada di pesisir.

BANJIR BANDANG :
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitarnya.

BANJIR LAHAR DINGIN :

Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

BANJIR LUMPUR :
Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia yang berbahaya. Seperti peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.(MD)