Minggu, 20 April 2014

HUJAN JAKARTA DAMPAK TINGGINYA PEMANASAN RADIASI MATAHARI

Peringatan Dini Cuaca Jabodetabek, Sabtu, 19 April 2014 yang keluarkan oleh BMKG pada pkl 12.30 WIB bahwan akan  terjadi peningkatan aktivitas pembentukan awan hujan di wilayah Jabodetabek yang berpotensi terjadi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat/petir.

Hujan lebat disertai petir dan angin kencang sepanjang siang hingga sore hari di Jabodetabek yang menyebabkan genangan 17 titik ruas jalan Ibukota dan beberapa pohon tumbang dan papan raklame, 

Menurut Informasi dari Bapak Luthfi Fittiano (duty officer BMKG) saat di komfirmasi oleh Bambang Surya Putra selaku koordinator piket di Pusdalops BPBD DKI disebab oleh tingginya pemanasan radiasi matahari sepanjang pagi hingga siang hari. 

Hal tersebut mengakibatkan pembentukan awan CB (Cumulo Nimbus) yang menjulang tinggi dengan perbedaan suhu yang cukup Signifikan 4,6 - 5,6 pada pagi dan siang tadi.

kondisi awan CB (Cumulo Nimbus) tersebut menghasilkan hujan dengan intensitas lebat disertai angin kencan dan petir.

Lanjut Luthfi Fittiano, kondisi ini hanya bersifat lokal dan kejadian biasa pada masa pergantian musim dari penghujan ke kermarau.

Sumber : tim Pusdalops BPBD DKI Jakarta dan BMKG

ARTI STATUS SIAGA BANJIR

Status siaga banjir di Jakarta merupakan hasil analisa dari informasi yang didapatkan dari stasiun-stasiun pengamatan Tinggi Muka Air (TMA) di sungai-sungai yang bermuara ke Jakarta.
Prov. DKI Jakarta mempunyai petugas yang ditempatkan di 13 Stasiun pengamatan di Jabodetabek termasuk Pintu Air Pasar Ikan . Mereka mengamati tinggi muka air (TMA) di atas sungai yang akan bermuara ke Jakarta. Semakin tinggi TMA-nya, kian tinggi pula status siaganya.
Di Jakarta ada 13 sungai. Ke-13 sungai atau kali itu adalah Kali Mookevart, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Ciliwung, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jatikramat, dan Kali Cakung. Lokasi-lokasi tersebut dan berapa lama air sampai di Jakarta dapat dijelaskan di bawah ini
  1. LOKASI PEMANTAUAN SUNGAI / KALI :
    1. PEIL SCHAAL KATULAMPA : 9 Jam kemudian air akan sampai PA Manggarai.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Lenteng Agung, Pejaten Timur, Rawa Jati, Kalibata, Pengadegan, Gang Arus Cawang, Kebon Baru, Bukit Duri, Bidara Cina, Kampung Melayu.
    2. PEIL SCHAAL DEPOK : 6 Jam kemudian air akan sampai PA Manggarai.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Lenteng Agung, Pejaten Timur, Rawa Jati, Kalibata, Pengadegan, Gang Arus Cawang, Kebon Baru, Bukit Duri, Bidara Cina, Kampung Melayu.
    3. PEIL SCHAAL MANGGARAI : Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Kebon Manggis, Kalipasir, Kwitang, Cikini, Petamburan, Jatipulo, Tomang Rawa Kepa.
    4. PEIL SCHAAL KALI PESANGGRAHAN : 4.5 Jam kemudian air akan sampai PA cengkareng Drain.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Lebak Bulus, Pondok Pinang, IKPN Bintaro, Cipulir, Sukabumi Selatan, Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Kedoya Selatan, Rawa Buaya, Kembangan, Kedoya Utara, Cengkareng, Kedaung Kali Angke, Kapuk Muara.
    5. PEIL SCHAAL KALI KRUKUT : 4 Jam kemudian air akan sampai PA Karet.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Pondok Labu, Petogogan, Mampang, Kuningan Barat, Pejompongan dan Benhil.
    6. PEIL SCHAAL KALI ANGKE : 3 Jam kemudian air akan sampai PA Cengkareng Drain.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Duri Kosambi, Rawa Buaya, Green Garden, Kedoya Utara, Cengkareng.
    7. PEIL SCHAAL KALI CIPINANG : 4,5 Jam air akan sampai PA Pulo Gadung.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Rambutan, Ciracas, Pekayon, Kramat Jati, Halim Perdanakusuma, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Besar Utara, Kayu Putih, Kelapa Gading, Sunter.
    8. PEIL SCHAAL KALI SUNTER : 4 Jam kemudian air akan sampai PA Pulo Gadung.
      Wilayah yang akan di lalui, Kelurahan Pondok Bambu, Cipinang Muara, Cipinang Melayu, Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Kayu Putih, Kelapa Gading.

  2. ARTI UMUM STATUS SIAGA :
    1. Siaga IV : Belum ada peningkatan debit air secara mencolok. komando di lapangan, termasuk membuka atau menutup pintu air serta akan dikemanakan arah air cukup dilakukan oleh komandan pelaksana dinas atau wakil komandan operasional wilayah.
    2. Siaga III : Bila Hujan yang terjadi menyebabkan terjadinya debit air meningkat di Pintu – Pintu Air tetapi kondisinya masih belum kritis dan membahayakan. Meski demikian bila status siaga III sudah ditetapkan, masyarakat sebaiknya mulai berhati-hati dan mempersiapkan segala sesuatunya dari berbagai kemungkinan bencana banjir.
    3. Siaga II : Bila Hujan yang terjadi menyebabkan debit air mulai meluas, maka akan ditetapkan Siaga II, penanggung jawab untuk siaga II ini adalah Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Prov. DKI Jakarta yaitu Sekretaris Daerah.
    4. Siaga I : Bila dalam enam jam debit air tersebut tidak surut dan kritis maka ditetapkan Siaga I. Penanggung jawab penanganan status siaga I langsung ditangan Gubernur.

  3. FREKUENSI PENGAMATAN TINGGI MUKA AIR :
    1. Siaga IV, pengamatan TMA dilakukan setiap 1 jam sekali dengan tahap pemberitaan setiap 1 jam.
    2. Siaga III, pengamatan TMA dilakukan tiap 30 menit dengan pemberitaan setiap 30 menit.
    3. Siaga II, (awas) pengamatan TMA dan pemberitaan setiap 15 menit.
    4. Siaga I, (bencana) pengamatan TMA dan pemberitaan dilakukan tiap 5 menit sekali.

  4. KRITERIA STATUS TINGGI MUKA AIR DALAM SIAGA :
    Dinas PU Prov. DKI Jakarta telah membuat kriteria status siaga itu berdasarkan laporan di stasiun pengamatan atau pos dan pintu air (PA).

    A. Status Tinggi Muka Air Siaga IV
    :
    1. Katulampa sampai dengan < 79 cm
    2. Pesanggrahan sampai dengan < 149 cm
    3. Angke Hulu sampai dengan < 149 cm
    4. Cipinang Hulu sampai dengan < 149 cm
    5. Sunter Hulu sampai dengan < 139 cm
    6. Pulo Gadung sampai dengan < 549 cm
    7. Depok sampai dengan < 199 cm
    8. Manggarai sampai dengan < 749 cm
    9. Karet sampai dengan < 449 cm
    10. Pasar Ikan sampai dengan < 169 cm
    11. Krukut Hulu sampai dengan < 149 cm

    B. Status Tinggi Muka Air Siaga III :
    1. Katulampa sampai dengan 80 – 149 cm
    2. Pesanggrahan sampai dengan 150 – 249 cm
    3. Angke Hulu sampai dengan 150 – 249 cm
    4. Cipinang Hulu sampai dengan 150 – 199 cm
    5. Sunter Hulu sampai dengan 140 – 199 cm
    6. Pulo Gadung sampai dengan 550 – 699 cm
    7. Depok sampai dengan 200 – 269 cm
    8. Manggarai sampai dengan 750 – 849 cm
    9. Karet sampai dengan 450 – 549 cm
    10. Pasar Ikan sampai dengan 170 – 199 cm
    11. Krukut Hulu sampai dengan 150 – 249 cm

    C. Status Tinggi Muka Air Siaga II :
    1. Katulampa sampai dengan 150 – 199 cm
    2. Pesanggrahan sampai dengan 250 – 349 cm
    3. Angke Hulu sampai dengan 250 – 299 cm
    4. Cipinang Hulu sampai dengan 200 – 249 cm
    5. Sunter Hulu sampai dengan 200 – 249 cm
    6. Pulo Gadung sampai dengan 700 – 769 cm
    7. Depok sampai dengan 270 – 349 cm
    8. Manggarai sampai dengan 850 – 949 cm
    9. Karet sampai dengan 550 – 599 cm
    10. Pasar Ikan sampai dengan 200 – 249 cm
    11. Krukut Hulu sampai dengan 250 – 299 cm

    D. Status Tinggi Muka Air Siaga I :
    1. Katulampa sampai dengan > 200cm
    2. Pesanggrahan sampai dengan > 350 cm
    3. Angke Hulu sampai dengan > 300 cm
    4. Cipinang Hulu sampai dengan > 250 cm
    5. Sunter Hulu sampai dengan > 250 cm
    6. Pulo Gadung sampai dengan > 770 cm
    7. Depok sampai dengan > 350 cm
    8. Manggarai sampai dengan > 950 cm
    9. Karet sampai dengan > 600 cm
    10. Pasar Ikan sampai dengan > 250 cm
    11. Krukut Hulu sampai dengan > 300 cm

    Semoga Informasi ini bisa bermanfaat saat mendapat informasi agar bisa melakukan persiapan sebelum bencana banjir datang.(MD)

KONDISI SETU YANG ADA DI JABODETABEK



Menata Setu lebih ramah lingkungan, Penyusutan luas dan Pedangkalan Setu membawa Konsekuensi kapasitas daya tamping air hujan mengecil, sementara efek pemanasan global dan anomaly cuaca justru menyebabkan frekuensi dan curah hujan semakin besar.

Dan penyempitan daya tampung saluran air menyebabkan air hujan melimpah tidak dapat berjalan dengan cepat, sehingga dapat menyebabkan tanggul jebol.
Seperti Setu yang ada di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Setali tiga uang. 
Setu – setu yang ada di Jabodetabek ini tidak pernah dikelola dan dipelihara dengan baik, sebanyak dua ratus setu yang tersebar di Jabodetabek lebih dari 50 persennya dalam keadaan mengkhawatirkan, kurang terawat, Konstruksi menua, tempat pembuangan sampah, serta menciut diuruk untuk jalan, pemukiman, dan bangunan komersial, dari keseluruhan 2.337,10 hektare tinggal 1.462,78 hektare itu pun pada tahun 2007.

  1. Jakarta, Setu Rorotan, Setu Rawa Kendal, Setu Rawa ulujami, dan Setu Penggilingan telah lenyap, Setu Lembang dan Setu Babakan saja yang berfungsi optimal. 
  2. Kabupaten Bogor, dari 94 Setu telah berubah fungsi 13 Setu dan menyusut dari 500,13 hektare menjadi 472,86 hektare. 
  3. Kota Tangerang, dari 8 Setu telah menyusut dari 270,30 hektare menjadi 130,40 hektare. 
  4. Kabupaten Tangerang, dari 37 Setu, ada 6 Setu yang kritis dengan luas 1.065,05 hektare tersisa menjadi 686,7 hektare.
  5.  Depok, Setu yang ada di wilayah ini juga terjadi menyusut, seperti Setu Rawa Besar menjadi 13 haktare dari 28,34 hektare, dan Setu Citayam menjadi 12 hektare dari 27,25 hektare.

Dalam buku “GERAKAN KOTA HIJAU’’ Oleh ‘’NIRWONO JOGA’’

Minggu, 13 April 2014

Jakarta Masuk Wilayah Rentan Perubahan Iklim

Jakarta - Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) melansir bahwa Jakarta menjadi kota nomor tujuh di Asia Tenggara yang rentan terhadap perubahan iklim dan bencana. 
Riset dilakukan pada 2013 dengan meneliti 530 kota di Asia Tenggara. Hasil riset ini mendapat respons dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi DKI Jakarta.

“Kita perlu menyiapkan strategi penanggulangan bencana di ibukota. Apalagi data riset lanjutan Jakarta dan Bandung sebagai wilayah yang tidak layak huni,” kata Kabid Pengendalian dan Informatika BPBD, Provinsi DKI Jakarta, Edi Junaedi, di Menara Thamrin, Jakarta, Jumat 28 Maret 2014.
Edi mengatakan, dengan kondisi ini perlu ada paradigma baru penanganan bencana di Jakarta. Jakarta sebagai ibukota negara dan bukan hanya sebagai pusat pemerintahan, Jakarta juga tempat kedudukan berbagai perwakilan negara asing.

Kondisi ini membuat penanganan bencana Jakarta semakin kompleks. Dari luas wilayah 661,52 km persegi. Sekitar 40 persen wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut.
Jumlah ini setara 24,000 hektar di Jakarta rawan banjir. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi geografis di mana 13 sungai utama melintasi Jakarta sebelum menuju laut.

“Kondisi ini diperburuk dengan terus menurunya ruang terbuka hijau setiap tahunnya. Kondisi ini yang menjadikan banjir sebagai bencana nomor satu di Jakarta yang terus diantisipasi,” ujarnya.
Dari data BPBD ruang terbuka Jakarta hingga akhir 2013 hanya 9,8 persen dari total wilayah. Dengan jumlah ini satu orang di Jakarta berbanding dengan enam meter ruang terbuka hijau. Padahal standar Asia harusnya minimal satu orang berbanding 15 meter.  “Bahkan untuk Eropa sekarang standarnya 60 meter per orang,” ujarnya.

Dari pemetaan BPBD, dari 267 kelurahan yang ada di Jakarta, sebanyak 190 masuk dalam wilayah rawan banjir. Jumlah ini kemungkinan akan bertambah mengingat setiap tahun permukaan tanah Jakarta terus menurun.
“Secara perhitungan ekonomis untuk tahun 2013 kerugian akibat bencana di Jakarta senilai Rp7,2 triliun. Jumlah yang sangat besar di mana anggaran operasional BPBD tidak lebih dari 15 persen dari kerugian setahun,” katanya.

Minimnya kemampuan BPBD DKI Jakarta diakui Kepala Pelaksana BPBD DKI Jakarta, Bambang Musyawardana.
“Kita mengakui keterbatasan kita. Kita mengajak semua unsur seperti perusahaan, LSM, NGO, mahasiswa, ormas dan media untuk membuat forum pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim,” katanya.

Forum ini sebagai antisipasi dari kemungkinan bencana alam yang akan terus meningkat setiap tahunnya. Forum ini disipakan untuk antisipasi pra bencana hingga pasca bencana.
“Tidak mungkin pemerintah bergerak sendiri. Bencana akan berdampak pada semua sektor dan penanganannya harus dilakukan semua sektor,”

MACAM – MACAM JENIS BANJIR

Terdapat berbagai macam banjir yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :

BANJIR AIR :
Banjir ini sudah umum kita jumpai, Penyebab banjir ini adalah meluapnya air sungai, atau kali, sehingga air akan meluap lalu menggenangi daratan. Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di hulu sungai atau kali sehingga terjadi peningkatan debit air di sungai atau kali tersebut.

BANJIR CILEUNANG ATAU GENANGAN :
Jenis banjir ini hampir sama dengan banjir air. Namun banjir Cileunang atau Genangan ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar pemukiman. Jika banjir air dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama, maka banjir cileunang atau genangan adalah banjir dadakan yang di akibatkan hujan lokal.

BANJIR ROB ATAU LAUT PASANG :
Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut, Banjir seperti ini kerap melanda kota wilayah pesisir Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan atau pemukiman yang ada di pesisir.

BANJIR BANDANG :
Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi. Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah. Biasanya banjir bandang ini akan menghanyutkan sejumlah pohon-pohon hutan atau batu-batu berukuran besar. Material-material ini tentu dapat merusak pemukiman warga yang berada di wilayah sekitarnya.

BANJIR LAHAR DINGIN :

Salah satu dari macam-macam banjir adalah banjir lahar dingin. Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya. Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap dan dapat meluber ke pemukiman warga.

BANJIR LUMPUR :
Banjir ini mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa, tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia yang berbahaya. Seperti peristiwa banjir lumpur panas di Sidoarjo belum dapat diatasi dengan baik, malah semakin banyak titik-titik semburan baru di sekitar titik semburan lumpur utama.(MD)